Home Nasional Buruh: Menolak Keras Usulan Kenaikan Upah Minimum Tahun 2026 Versi Menaker dan Pengusaha

Buruh: Menolak Keras Usulan Kenaikan Upah Minimum Tahun 2026 Versi Menaker dan Pengusaha

21
0
SHARE
Buruh: Menolak Keras Usulan Kenaikan Upah Minimum Tahun 2026 Versi Menaker dan Pengusaha

Keterangan Gambar : Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh menolak keras usulan kenaikan upah minimum tahun 2026 versi Menteri Ketenagakerjaan dan pengusaha

JAKARTA II  PJMINews- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh menolak keras usulan kenaikan upah minimum tahun 2026 versi Menteri Ketenagakerjaan dan pengusaha. Presiden KSPI yang juga Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menegaskan bahwa perjuangan buruh di seluruh Indonesia tetap berpatokan pada tuntutan kenaikan 8,5% hingga 10,5%.

“Angka 8,5 hingga 10,5 persen itulah yang menjadi acuan bagi serikat buruh di seluruh daerah, baik di Dewan Pengupahan provinsi maupun kabupaten/kota. Selain itu, kami juga memperjuangkan adanya upah minimum sektoral yang nilainya harus lebih besar daripada UMK,” tegas Said Iqbal.

Menurut Said Iqbal, KSPI dan Partai Buruh menolak rencana pemerintah melalui Menaker dan Wamenaker yang hendak mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan. “PP ini belum dibahas dengan serikat pekerja. Dan baru akan diterbitkan menjelang penetapan upah minimum. Jadi kalau tiba-tiba PP itu diterbitkan, itu ngawur dan ngaco,” ujar Iqbal.

Ia juga menilai pernyataan Ketua Dewan Pengupahan Nasional (DEN) yang mengaku telah menghadap Presiden dan menyatakan Presiden setuju dengan formula baru penetapan upah minimum adalah menyesatkan. “Kami menduga itu bohong. Tidak benar Presiden Prabowo setuju terhadap formula baru tersebut,” tegasnya.

Lebih lanjut, Said Iqbal menyoroti pernyataan pejabat pemerintah yang seolah ingin membuat aturan tanpa melibatkan serikat buruh. “Bagaimana mungkin kebijakan yang menyangkut upah buruh dibuat tanpa melibatkan buruh sendiri? Ini bertentangan dengan semangat dialog sosial dan prinsip keadilan,” ujarnya.

Ia menegaskan, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023, kenaikan upah minimum harus mengacu pada pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. “Inflasi dari Oktober 2024 sampai September 2025 sebesar 2,65%, dan pertumbuhan ekonomi 5,12%. Adapun indeks tertentu adalah hak prerogatif Presiden, bukan diputuskan oleh sekumpulan orang di luar mandat konstitusi,” katanya.

Menurut Iqbal, tahun lalu Presiden Prabowo memutuskan indeks tertentu mendekati 0,9, dan dengan kondisi makro ekonomi yang hampir sama. Dengan demikian, tidak ada alasan indeks tahun ini diturunkan menjadi 0,2–0,7. “Jika indeks tertentu diturunkan, artinya Menaker justru melindungi pengusaha hitam yang ingin membayar upah murah,” ujarnya.

Said Iqbal mengingatkan pesan Presiden Prabowo bahwa upah layak akan meningkatkan daya beli, konsumsi, dan pertumbuhan ekonomi. “Kalau menterinya malah menurunkan indeks jadi 0,2, itu melawan kebijakan Presiden sendiri. Ini kebijakan kapitalistik yang bertentangan dengan visi kerakyatan Presiden,” tegasnya.

KSPI dan Partai Buruh juga menolak usulan Apindo yang menginginkan indeks tertentu hanya 0,1–0,5. “Kalau menggunakan rumus itu, kenaikan upah akan sangat kecil, bahkan di bawah kebutuhan hidup layak.

Said Iqbal menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa KSPI dan Partai Buruh akan terus memperjuangkan kenaikan upah minimum sebesar 8,5%–10,5% sebagai bentuk keadilan ekonomi dan keberpihakan terhadap kelas pekerja. - (rd/pjminews)