Home Opini Kasus Kekerasan Seksual Mendunia, Khilafah Islam Solusinya

Kasus Kekerasan Seksual Mendunia, Khilafah Islam Solusinya

490
0
SHARE
Kasus Kekerasan Seksual Mendunia, Khilafah Islam Solusinya

Oleh: Siti Aisyah, S.Sos.,
Koordinator Kepenulisan Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok  


KEKERASAN - Seksual kian lama kian marak dan kian mengkhawatirkan. Bahkan, di awal 2025 banyak skandal melibatkan hampir banyak kalangan dan pesohor terkenal baik di Indonesia maupun di dunia.

Di Amerika Serikat (AS), akhir 2024 hingga awal 2025, dihebohkan dengan kasus Sean "Diddy" Combs. Penyanyi raf ini dituduh menjalankan perdagangan seks, pemerasan, dan kegiatan prostitusi. Menurut saksi, mantan rekan kerja dan pasangan mengungkap terkait pola pelecehan dan eksploitasi seksual ini berlangsung selama bertahun-tahun (bbc.com, 12/5/2025).

Di Varanasi India, seorang wanita berusia 19 tahun melaporkan telah diperkosa oleh 23 pria selama tujuh hari dan 9 orang telah ditangkap. Kasus ini mendapat perhatian nasional dan memicu pembentukan tim investigasi khusus (deccanherald.com, 9/4/2025).

Menurut data who.int, (25/3/2024), lebih dari seperempat wanita berusia 15-49 tahun yang menjalin hubungan pernah menjadi korban kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan intimnya setidaknya sekali dalam hidup mereka (sejak usia 15 tahun). Estimasi prevalensi kekerasan pasangan intim seumur hidup berkisar dari 20% di Pasifik Barat, 22% di negara-negara berpendapatan tinggi dan Eropa, dan 25% di kawasan Amerika WHO hingga 33% di kawasan Afrika WHO, 31% di kawasan Mediterania Timur WHO, dan 33% di kawasan Asia Tenggara WHO.

Menurut laporan RAINN (Rape, Abuse & Incest National Network), setiap 68 detik seseorang di AS menjadi korban kekerasan seksual. Dan hampir 1 dari 6 perempuan di AS dalam hidupnya pernah mengalami percobaan pemerkosaan.

Adapun di Indonesia, sebagaimana yang diberitakan  IDN Times, (11/4/2025), di awal 2025, kasus kekerasan seksual diwarnai dengan pelaku mulai dari dokter, akademisi hingga polisi.

Pada Maret 2025, misalnya, publik dihebohkan kasus seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung yang diduga melakukan pemerkosaan terhadap pendamping pasien dengan modus pemeriksaan darah. Korban dibius dan diserang secara seksual di ruang pemeriksaan pada 18 Maret 2025.

Kasus serupa dilakukan oknum guru besar di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap 13 mahasiswinya di kediaman pribadi pelaku. Tak ketinggalan, kekerasan seksual diduga dilakukan juga oleh oknum Kapolres Ngada saat itu AKBP Fajar Lukman Widyadharma Sumaatmaja. Ia dituduh melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak berusia enam, 13 dan 16 tahun. Bahkan ada konten kekerasan seksual yang dibuat dan tersebar di Australia pada 17 Maret 2025.

Sungguh mengerikan. Perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual di Indonesia mencapai ribuan kasus. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat 5.949 kasus kekerasan terhadap perempuan hingga April 2025 (metrotvnews, 21/4/2025).

Masih banyak lagi kasus kekerasan seksual lainnya yang memang tidak terekspos oleh media baik Indonesia maupun internasional. Yang pasti, kasus kekerasan seksual ini sudah berada dalam level sangat mengerikan.

Akar Masalah

Jika ditelusri lebih dalam, akar masalah kekerasan seksual yang semakin massif karena adanya prinsip kebebasan, yakni bebas berprilaku. Prinsip bebas berperilaku ini tegak atas dasar sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Artinya, aturan Allah SWT sama sekali tidak memiliki otoritas mengatur kehidupan sosial dan negara. Seluruh aturan yang ada di masyarakat murni hasil kesepakatan yang didasarkan atas kecenderungan manusia untuk memanjakan syahwat dan  mengabaikan dampak sosial.

Selain itu, maraknya tindak kekerasan seksual akibat penegakan hukum yang lemah tidak menjerakan bagi pelaku karena berlindung atas nama HAM. Banyak sekali korban yang sulit mendapat keadilan, apalagi yang menjadi pelaku karena status sosialnya tinggi seperti anak pejabat atau tokoh, terkadang dihukum hanya beberapa tahun atau bahkan bisa bebas tanpa tuntutan karena menggunakan pelicin (suap).

Tak hanya itu, banyak kebijakan yang kontraproduktif terhadap upaya menanggulani kekerasan seksual. Seperti, kurikulum pendidikan kian liberal, program moderasi di semua ranah untuk menyuntikkan ide-ide Barat tentang kebebasan terus digaungkan, kebebasan media di bawah asuhan kapitalis menyajikan konten syahwat, program kesetaraan gender juga turut digembar gemborkan sehingga keluarga tidak menjalankan perannya menyebabkan  generasi rapuh, dan masih banyak yang lainnya.

Solusi Islam

Untuk menangani kasus kekerasan seksual Islam punya solusi secara menyeluruh sehingga akan meminimalisir atau bahkan tidak akan ada celah untuk melakukan tindak kekerasan seksual, karena celah-celah yang dapat mengundang hasrat seksual seperti, fakta-fakta yang dapat diindra yakni cerita, buku atau video porno dan lainnya serta pikiran/bayangan yang mengundang hasrat seksual, akan ditutup aksesnya. Karena hal itulah yang dapat memicu terjadinya tindak kekarasan seksual.

Oleh karena itu, untuk menutupi celah-celah tersebut sistem Islam akan melakukan tindakan berupa: Pertama, tindakan preventif yakni tindakan untuk mencegah terjadinya suatu masalah atau kejadian sebelum masalah atau kejadian tersebut benar-benar terjadi.

Tindakan preventif yang dilakukan Islam yakni, memerintahkan kepada para laki-laki untuk menundukkan pandangan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surah an-Nur ayat 30 yang artinya, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat’.”

Begitu juga bagi perempuan, ketika hendak ke luar rumah, ia harus menutup aurat dan mengenakan pakaiannya secara sempurna yakni jilbab atau baju kurung hingga ke bawah (irkha’) dan kerudung (penutup kepala) atau khimar

Dalil terkait jilbab terdapat dalam Qur’an surah al-Ahzab ayat 59 yang artinya, “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Begitu juga dalil terkait kerudung ada di dalam Al-Qur’an surah an-Nur ayat 31 yang artinya,Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya)…”

Islam juga melarang wanita berkhalwat (berdua-duaan dengan pria yang bukan mahram). Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, “Janganlah seorang laki-laki berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita, melainkan yang ketiga dari mereka adalah setan” (HR at-Tirmidzi).

Islam pun melarang wanita bertabaruj (menampakkan perhiasan dan kecantikan kepada pria asing). “Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat…” (TQS an-Nur: 31).

Yang jelas, laki-laki dan perempuan yang bukan mahram tidak boleh ikhtilat/bercampur baur karena berpotensi menimbulkan fitnah dan mendekatkan seseorang kepada perbuatan dosa. Karena hukum asalnya kehidupan laki-laki dan perempuan itu terpisah. Perempuan berada di kehidupan khusus bersama mahramnya. Namun, Islam membolehkan laki-laki dan perempuan bertemu di kehidupan umum jika ada keperluan seperti belajar-mengajar, jual-beli, atau ada hajat yang ditetapkan Syariah seperti haji dan umrah.

Kedua, tindakan kuratif yakni tindakan penanganan untuk mengendalikan suatu masalah. Adapun tindakan kuratif yang dilakukan Islam yakni dengan sanksi yang keras bagi pelaku kekerasan seksual baik berupa ta'zir, cambuk atau rajam sesuai dengan tindak kejahatan yang dilakukan oleh seseorang.

Seperti, sanksi ta’zir juga bagi pihak yang melakukan eksploitasi terhadap perempuan, termasuk pihak yang memproduksi konten-konten pornografi, namun bobot sanksinya diserahkan kepada qadhi (hakim), bisa berupa hukuman penjara, hukuman cambuk, bahkan hukuman mati jika dinilai sudah keterlaluan oleh pengadilan.

Tak hanya itu, sanksi tazîr juga disiapkan bagi para pelaku pelecehan seksual, seperti cat calling, menyentuh/meraba perempuan, mengintip, dan sebagainya. Qadhi bisa memvonis hukuman penjara atau hukuman cambuk atas pelakunya, bergantung pada tingkat kejahatan tersebut menurut ijtihad qadhi.

Bagi para pelaku pemerkosaan, ada sanksi yang jauh lebih berat. Jika pelakunya laki-laki yang belum menikah (ghayr muhshan), maka sanksinya hukuman cambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun di tempat terpencil. Jika pelakunya yang sudah menikah atau pernah menikah (muhshan), sanksi atas dirinya adalah hukum rajam hingga mati. Sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an surah an-Nur ayat 2 yang artinya,  . “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera.”

Adapun  bagi korban kekerasan seksual, wajib diberi perlindungan oleh negara yakni dengan diberi perawatan secara fisik dan psikis sampai betul-betul pulih. Pasalnya, hal tersebut bisa mengakibatkan trauma yang berkepanjangan, bisa menjadi depresi bahkan bunuh diri karena malu, jika tidak ditangani dengan serius.

Semua itu akan terlaksana dengan sempurna bila ada peran negara. Negara dalam Islam akan menerapkan sanksi sebagai zawajir (pencegah dari kejahatan). Artinya, ketika seseorang hendak melakukan kejahatan, misal zina, ia akan ingat pelakunya akan diberi sanksi, dengan dicambuk 100 kali di tempat terbuka seperti lapangan dengan disaksikan oleh banyak orang. Maka ia akan berpikir beribu-ribu kali untuk melakukannya, karena sudah mah dosa, ditambah rasa malu disaksikan banyak orang. Begitu juga orang yang menyaksikan proses penghukuman tersebut akan berpikir ulang juga bila mau melakukan perbuatan serupa.

Sanksi dalam Islam juga sebagai penebus dosa di akhirat (jawabir). Artinya, jika pelaku kekerasan seksual mendapatkan sanksi di dunia, maka Allah akan menghapus dosanya dan meniadakan baginya sanksi di akhirat, bagi orang yang Allah kehendaki.

Khilafah Islam Solusinya

Kekerasan seksual sudah menjadi hal yang darurat secara mendunia, jika tidak ditangani dengan serius akan berakibat fatal bagi kelangsungan hidup manusia. Tentunya penanganan masalah kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan selama sistem sekuler kapitalis tetap bercokol di negara ini. Pasalnya, sistem yang orientasinya hanya kesenangan dunia semata inilah sebagai pemicu tumbuh suburnya kekerasan seksual.

Oleh karena itu, masalah ini hanya bisa tuntas dengan tegaknya instiusi khilafah Islam. Sebab hanya hilafah Islam satu-satunya yang berfungsi menerapkan aturan Islam secara kaffah/menyeluruh, salah satunya dengan mempraktikkan sistem pergaulan Islam, yakni sistem yang membahas terkait interaksi antara laki-laki dan perempuan baik di kehidupan khusus maupun di kehidupan umum. Serta memberikan sanksi yang keras bagi para pelaku sesuai kejahatannya. []