Home Siaran Pers PAPUA DAN PR TAK TERKOREKSI

PAPUA DAN PR TAK TERKOREKSI

1,292
0
SHARE
PAPUA DAN PR TAK TERKOREKSI
oleh: Kyai Anom Sukmorogo Sejati

Saya teringat peristiwa Konferensi Meja Bundar (Round table Conference) di Den Haag antara Indonesia dan Belanda tahun 1949,  yang menyepakati bahwa Belanda akan menyerahkan seluruh wilayah eks Hindia Belanda termasuk Irian Barat. Namun Belanda keberatan, dan berjanji dalam tahun akan diserahkan. 

Tetapi penantian itu melewati batas waktu , hingga Presiden Soekarno mengeluarkan Operasi Trikora, dan meminta Soeharto untuk memimpin operasi terpadu, untuk pembebasan Irian Barat. Operasi ini berat, mahal, dan bertujuan untuk membebaskan saudara kita di Irian Barat dari penjajahan Belanda. Jalur operasi militer juga menuntut adanya Perjanjian New York yang mempertemukan Indonesia dan Belanda ditengahi Amerika Serikat, hingga referendum menunjukan bahwa masyarakat Irian Barat lebih memilih.bergabung dengan NKRI.

Agaknya salah memahami sendi sendi penting Irian Barat oleh berbagai rezim Pemerintah Indonesia menjadikan banyak pekerjaan propinsi ini menumpuk dari waktu ke waktu dan menjadi bom waktu yang.bisa meledak setiap saat oleh sulutan api api kelompok  pemantik isu. Kesederhanaan cara pandang dan hidup masyarakat Irian Barat sebagai nama kehormatan, dan kini disebut Papua Barat oleh pihak asing, telah membentuk sumbu pendek mudah letup. Padahal aslinya, masyarakat Irian Barat mampu berpikir jernih, panjang, luas dan terpadu. Tetapi kepentingan pihak pihak tertentu telah membingkai dan menyempitkannya ke dalam nalar sederhana: lepas dari Indonesia. 

Manusia dan bumi ini satu paket tanpa membedakan ras, suku, dan agama. Bumi, air dan udara dikuasai Negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat, begitulah amanat UUD 1945.

Pemanfaatan sumberdaya Papua yang tidak banyak dinikmati penduduk asli, proses dan hasil pembangunan uang tidak adil dan merata hingga ke Papua, kegagalan merevitalisasi struktur adat dan birokrasi menjadi sistem pengelolaan kewenangan dan kedaulatan wilayah dan sumberdaya, dipelihara oleh kelompok kepentingan untuk tetap bisa bercokol di bumi Cendrawasih. Doktrin doktrin agama yang dipolitisir untuk membela kepentingan berbasis pulau dikembangkan sedemikian rupa sehingga seakan men jadi milik agama tertentu menjadi cara termudah untuk menggelorakan emosi dan mengesampingkan penalaran yamg lazim. Dan pekerjaan rumah tersebut dibiarkan menggunung beku di bawah laut dan hanya memunculkan puncaknya di atas permukaan sebagai persoalan kepekaan identitas ras dan sentimen hak asasi manusia.

Pekerjaan rumah kita di Papua memang banyak. Pendidikan uang baik tentu menempatkan dan memposisikan masyarakat Papua sebagai subyek dari pemecahan masalah dan pekerjaan rumah dihadapi. Pembiaran masuknya kelompok kelompok kepentingan secara bebas menjadikan masyarakat Papua terdikte untuk menggambar rumah masa depan yang makmur dalam bingkai NKRI. Nyaris tidak ada koreksi untuk ini.

Kasus Papua akan punya efek domino panjang bagi bangkitnya separatisme di Indonesia.sebagai  PR besar TNI. Kekeliruan definisi obyek pengganggu NKRI oleh pihak kepolisian fan intelejen juga berpotensi menimbulkan serangan balik kelompok kelompok yang merasa yak terpuaskan atas sikap aparat yamg mungkin dinilai tebang pilih atas status pengganggu NKRI.

Masih ada waktu untuk mengoreksi pekerjaan rumah di buku kecil dan buku besar NKRI di sana. Seberapa siap kita semua bahu membahu untuk membantu mengoreksi PR yang sudah digarap itu.


Bengawan Solo, Luk Ulo, Serayu, 31 Agustus 2019